- Back to Home »
- Pengantar Komputasi Modern , softskills »
- Bioinformatika dan Contoh Bidang Penerapannya | Pengantar Komputasi Modern
Posted by : Panji Maulana Putra
Saturday, July 11, 2020
Sejarah Bioinformatika
Istilah
bioinformatika mulai dikemukakan pada pertengahan era 1980-an untuk mengacu
pada penerapan komputer dalam biologi. Namun demikian, penerapan bidang-bidang
dalam bioinformatika (seperti pembuatan basis data dan pengembangan algoritma
untuk analisis sekuens biologis) sudah dilakukan sejak tahun 1960-an. Kemajuan
teknik biologi molekuler dalam mengungkap sekuens
biologis
dari protein (sejak awal 1950-an) dan asam nukleat (sejak 1960-an) mengawali
perkembangan basis data dan teknik analisis sekuens biologis. Basis data
sekuens protein mulai dikembangkan pada tahun 1960-an di Amerika Serikat dan
Jerman (pada European Molekular Biology Laboratory). Penemuan teknik sekuensing
DNA yang lebih cepat pada pertengahan 1970-an menjadi landasan terjadinya
ledakan sejumlah sekuens DNA yang berhasil diungkapkan pada tahun 1980-an dan
1990-an, menjadi salah satu pembuka jalan bagi proyek-proyek pengungkapan
genom, meningkatkan kebutuhan akan pengelolaan dan analisis sekuens, dan pada
akhirnya lahirlah bioinformatika.[1]
Pengertian Bioinformatika
Bioinformatika,
sesuai dengan asal katanya yaitu "bio" dan "informatika",
adalah gabungan antara ilmu biologi dan ilmu teknik informasi (TI). Pada
umumnya, Bioinformatika didefinisikan sebagai aplikasi dari alat komputasi dan
analisa untuk menangkap dan menginterpretasikan data-data biologi. limu ini
merupakan ilmu baru yang merangkum berbagai disiplin ilmu termasuk ilmu
komputer, fisika, matematika, biologi, dan ilmu kedokteran, dimana kesemuanya
saling menunjang dan saling bermanfaat satu sama lainnya. Bioinformatika
merupakan aplikasi dari teknik-teknik dalam informatika, meliputi: matematika
terapan, ilmu komputer, dan statistika.
Bioinformatika
ialah ilmu yang mempelajari penerapan teknik komputasi untuk mengelola dan
menganalisis informasi hayati. Bidang ini mencakup penerapan metode-metode
matematika, statistika, dan informatika untuk memecahkan masalah-masalah
biologi, terutama yang terkait dengan penggunaan sekuens DNA dan asam amino.
Contoh topik utama bidang ini meliputi pangkalan data untuk mengelola informasi
hayati, penyejajaran sekuens (sequence alignment), prediksi struktur untuk
meramalkan struktur protein atau pun struktur sekunder RNA, analisis
filogenetik, dan analisis ekspresi gen. [2]
Prinsip Bioinformatika
Prinsip
bioinformatika mengandung 3 unsur yang sama yaitu: [2]
1. "Pusat
data/database". Contoh pusat data antara lain GenBank untuk data DNA,
SwissProt untuk data protein, Protein Data Bank untuk data struktur
protein/DNA, dan pusat data ekspresi RNA.
2. "Analisis".
Ada dua bentuk utama analisis yaitu mencari kesamaan/homologi. Kesamaan
sekuen/struktur menunjukkan kesamaan fungsi biologi. Kesamaan informasi yang
berbentuk linier (sekuen DNA, sekuen protein) digunakan teknik
alignment/pensejajaran. Sementara untuk informasi yang berbentuk struktur ruang
3D digunakan teknik superimpose yang didasarkan atas pencarian pola. Misalnya
adalah pola ekspresi gen pada sel kanker vs pada sel normal yang datanya
diperoleh dari eksperimen DNA microarray.
3. Unsur
"Prediksi" dari "Analisis", dilakukan prediksi yang disebut
in-silico sebagai analogi dari in-vivo (fenomena dalam lingkungan hidup yang
asli), in-vitro (dalam lingkungan buatan/tabung reaksi) dan in-silico untuk
fenomena yang dianalisis menggunakan chip komputer yang bahan utamanya adalah
silikon. Prediksi ini termasuk kemudian lebih jauh menjadi simulasi.
Contoh Penerapan Bioinformatika
1. Bioinformatika dalam Bidang Klinis
Bioinformatika
dalam bidang klinis sering disebut sebagai informatika klinis (clinical
informatics). Aplikasi dari informatika klinis ini berbentuk manajemen
data-data klinis dari pasien melalui Electrical
Medical Record (EMR) yang dikembangkan oleh Clement J. McDonald dari
Indiana University School of Medicine pada tahun 1972. McDonald pertama kali
mengaplikasikan EMR pada 33 orang pasien penyakit gula (diabetes). Sekarang EMR
ini telah diaplikasikan pada berbagai penyakit. Data yang disimpan meliputi
data analisa diagnosa laboratorium, hasil konsultasi dan saran, foto rontgen,
ukuran detak jantung, dan lain lain. Dengan data ini dokter akan bisa menentukan
obat yang sesuai dengan kondisi pasien tertentu dan lebih jauh lagi, dengan dibacanya
genom manusia, akan memungkinkan untuk mengetahui penyakit genetik seseorang,
sehingga penanganan terhadap pasien menjadi lebih akurat. [3]
2. Bioinformatika untuk Identifikasi Agent Penyakit Baru
Bioinformatika
juga menyediakan tool yang sangat penting untuk identifikasi agent penyakit
yang belum dikenal penyebabnya. Banyak sekali penyakit baru yangmuncul dalam
dekade ini, dan diantaranya yang masih hangat adalah SARS (SevereAcute
Respiratory Syndrome).
Pada
awalnya, penyakit ini diperkirakan disebabkan oleh virus influenza karena gejalanya
mirip dengan gejala pengidap influenza. Akan tetapi ternyata dugaan ini salah karena
virus influenza tidak terisolasi dari pasien. Perkirakan lain penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Candida karena bakteri ini terisolasi dari
beberapa pasien. Tapi perkiraan ini juga salah. Akhirnya ditemukan bahwa dari
sebagian besar pasien SARS terisolasi virus Corona jika dilihat dari
morfologinya. Sekuen genom virus ini kemudian dibaca dan dari hasil analisa
dikonfirmasikan bahwa penyebab SARS adalah virus Corona yang telah berubah
(mutasi) dari virus Corona yang ada selama ini.
Dalam
rentetan proses ini, Bioinformatika memegang peranan penting. Pertama pada
proses pembacaan genom virus Corona. Karena di database seperti
GenBank, EMBL (European Molecular Biology Laboratory), dan DDBJ (DNA Data Bank
of Japan) sudah tersedia data sekuen beberapa virus Corona, yang bisa digunakan
untuk mendisain primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA virus SARS ini.
Software untuk mendisain primer juga tersedia, baik yang gratis maupun yang
komersial. Contoh yang gratis adalah Webprimer yang disediakan oleh
Stanford Genomic Resources (http://genome-www2.stanford.edu/cgi-bin/SGD/web-primer),
GeneWalker yang disediakan oleh Cybergene AB
(http://www.cybergene.se/primerdisain/genewalker), dan lain sebagainya. Untuk
yang komersial ada Primer Disainer yang dikembangkan oleh Scientific
& Education Software, dan software-software untuk analisa DNA lainnya seperti
Sequencher (GeneCodes Corp.), SeqMan II (DNA STAR Inc.), Genetyx
(GENETYX Corp.), DNASIS (HITACHI Software), dan lain lain.
Kedua
pada proses mencari kemiripan sekuen (homology alignment) virus yang didapatkan
dengan virus lainnya. Dari hasil analisa virus SARS diketahui bahwa genom virus
Corona penyebab SARS berbeda dengan virus Corona lainnya.
Perbedaan ini diketahui dengan menggunakan homology alignment dari
sekuen virus SARS. Selanjutnya, Bioinformatika juga berfungsi untuk analisa
posisi sejauh mana suatu virus berbeda dengan virus lainnya. [3]
3. Bioinformatika untuk Diagnosa Penyakit Baru
Untuk
menangani penyakit baru diperlukan diagnosa yang akurat sehingga dapat dibedakan
dengan penyakit lain. Diagnosa yang akurat ini sangat diperlukan untuk pemberian
obat dan perawatan yang tepat bagi pasien.
Ada
beberapa cara untuk mendiagnosa suatu penyakit, antara lain: isolasi agent
penyebab penyakit tersebut dan analisa morfologinya, deteksi antibodi yang
dihasilkan dari infeksi dengan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA),
dan deteksi gen dari agent pembawa penyakit tersebut dengan Polymerase
Chain Reaction (PCR).
Teknik
yang banyak dan lazim dipakai saat ini adalah teknik PCR. Teknik ini sederhana,
praktis dan cepat. Yang penting dalam teknik PCR adalah disain primer untuk amplifikasi
DNA, yang memerlukan data sekuen dari genom agent yang bersangkutan dan
software seperti yang telah diuraikan di atas. Disinilah Bioinformatika
memainkan peranannya. Untuk agent yang mempunyai genom RNA, harus
dilakukan reverse transcription (proses sintesa DNA dari RNA)
terlebih dahulu dengan menggunakan enzim reverse transcriptase. Setelah DNA
diperoleh baru dilakukan PCR. Reverse transcription dan PCR ini
bisa dilakukan sekaligus dan biasanya dinamakan RT-PCR.
Teknik
PCR ini bersifat kualitatif, oleh sebab itu sejak beberapa tahun yang lalu dikembangkan
teknik lain, yaitu Real Time PCR yang bersifat kuantitatif. Dari hasil Real
Time PCR ini bisa ditentukan kuantitas suatu agent di dalam tubuh
seseorang, sehingga bisa dievaluasi tingkat emergensinya. Pada Real Time PCR
ini selain primer diperlukan probe yang harus didisain sesuai dengan
sekuen agent yang bersangkutan. Di sini juga diperlukan software atau
program Bioinformatika. [3]
4. Bioinformatika untuk Penemuan Obat
Cara
untuk menemukan obat biasanya dilakukan dengan menemukan zat/senyawa yang dapat
menekan perkembangbiakan suatu agent penyebab penyakit. Karena perkembangbiakan
agent tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, maka faktor-faktor inilah
yang dijadikan target. Diantaranya adalah enzim-enzim yang diperlukan untuk perkembangbiakan
suatu agent Mula-mula yang harus dilakukan adalah analisa struktur dan
fungsi enzim-enzim tersebut. Kemudian mencari atau mensintesa zat/senyawa yang dapat
menekan fungsi dari enzim-enzim tersebut.
Analisa
struktur dan fungsi enzim ini dilakukan dengan cara mengganti asam amino
tertentu dan menguji efeknya. Analisa penggantian asam amino ini dahulu dilakukan
secara random sehingga memerlukan waktu yang lama. Setelah
Bioinformatika berkembang, data-data protein yang sudah dianalisa bebas diakses
oleh siapapun, baik data sekuen asam amino-nya seperti yang ada di SWISS-PROT (http://www.ebi.ac.uk/swissprot/)
maupun struktur 3D-nya yang tersedia di Protein Data Bank (PDB)
(http://www.rcsb.org/pdb/). Dengan database yang tersedia ini, enzim yang baru
ditemukan dapat dibandingkan sekuen asam amino-nya, sehingga bisa diperkirakan asam
amino yang berperan untuk aktivitas (active site) dan kestabilan enzim
tersebut.
Setelah
asam amino yang berperan sebagai active site dan kestabilan enzim tersebut
ditemukan, kemudian dicari atau disintesa senyawa yang dapat berinteraksi dengan
asam amino tersebut. Dengan data yang ada di PDB, maka dapat dilihat struktur 3D
suatu enzim termasuk active site-nya, sehingga bisa diperkirakan bentuk
senyawa yang akan berinteraksi dengan active site tersebut. Dengan
demikian, kita cukup mensintesa senyawa yang diperkirakan akan berinteraksi,
sehingga obat terhadap suatu penyakit akan jauh lebih cepat ditemukan. Cara ini
dinamakan “docking” dan telah banyak digunakan oleh perusahaan farmasi
untuk penemuan obat baru.
Meskipun
dengan Bioinformatika ini dapat diperkirakan senyawa yang berinteraksi dan
menekan fungsi suatu enzim, namun hasilnya harus dikonfirmasi dahulu melalui
eksperimen di laboratorium. Akan tetapi dengan Bioinformatika, semua proses ini
bisa dilakukan lebih cepat sehingga lebih efisien baik dari segi waktu maupun finansial.
Tahun 1997, Ian Wilmut dari Roslin Institute dan PPL Therapeutics Ltd, Edinburgh,
Skotlandia, berhasil mengklon gen manusia yang menghasilkan faktor IX (faktor
pembekuan darah), dan memasukkan ke kromosom biri-biri. Diharapkan biri-biri yang
selnya mengandung gen manusia faktor IX akan menghasilkan susu yang mengandung
faktor pembekuan darah. Jika berhasil diproduksi dalam jumlah banyak maka
faktor IX yang diisolasi dari susu harganya bisa lebih murah untuk membantu
para penderita hemofilia.[3]
Sumber:
[1]
Sukmawati, Ni Made Suci. Bahan Ajar :
Bioinformatika. 3 November 2015. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/
[Diakses pada 11 Juli 2020].
[2]
Nugroho, Endik Deni dan Rahayu, Dwi Anggorowati .2018 . Pengantar Bioteknologi: (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta:
Deepublish.
[3]
Aprijani , Dwi Astuti dan Elfaizi , M. Abdushshomad . BIOINFORMATIKA: Perkembangan, Disiplin Ilmu dan Penerapannya di Indonesia.
20 Januari 2004. http://ftp.gunadarma.ac.id/pub/linux/docs/v06/Kuliah/SistemOperasi/2003/50/Bioinformatika.pdf
[Diakses pada 11 Juli 2020].